Dahsyat, BPOM Musnahkan Obat Ilegal Ratusan Miliar Rupiah

Semarang, Sehatcantik.id Kepala BPOM Taruna Ikrar hadir secara langsung di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Semarang untuk memimpin kegiatan pemusnahan barang bukti hasil operasi penertiban produsen obat-obat tertentu ilegal pada Jumat (13/12).

Produk yang secara simbolis dimusnahkan ini merupakan hasil operasi penertiban oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai Besar POM di Semarang terhadap kegiatan produksi dan distribusi ilegal obat keras golongan obat-obat tertentu (OOT) yang sering disalahgunakan.

Tepatnya pada 25 Maret 2024, BPOM melalui Balai Besar POM di Semarang bersama dengan Badan Intelijen Nasional (BIN) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) melakukan operasi penertiban serentak di tiga lokasi bangunan gudang atau pabrik yang beralamat di Kawasan Industri Candi Semarang.

Barang bukti yang ditemukan pada sarana-sarana tersebut, berupa produk jadi sebanyak lebih dari satu miliar tablet; bahan baku (404 karung dan 83 drum); kemasan (45 karung, 17.478 botol, 1.192 rol aluminium foil, dan 17.195 karton); alat produksi (18 unit); serta alat transportasi berupa truk (2 unit). Total nilai ekonomi temuan tersebut mencapai Rp317 miliar.

Hasil Uji Laboratorium Berbahaya

Dari hasil uji laboratorium terhadap produk jadi dan bahan baku yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP), diketahui OOT yang positif terkandung di dalamnya adalah trihexyphenidyl, tramadol, dan dekstrometorfan. Ketiganya merupakan obat yang sering ditemui disalahgunakan di masyarakat.

Peredaran OOT telah diatur secara khusus dalam Peraturan BPOM Nomor 10 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan. Secara paralel, BPOM juga melaksanakan pemusnahan terhadap barang bukti hasil operasi penertiban PPNS Balai Besar POM di Bandung. Di waktu yang bersamaan yaitu pada 25 Maret 2024, BPOM melalui Balai Besar POM di Bandung berhasil menertibkan temuan produksi ilegal produk OOT yang sering disalahgunakan serta mengungkap produksi dan peredaran obat bahan alam (OBA) ilegal.

Bersama dengan Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Polda Metro Jaya (Korwas Polda Metro Jaya) beserta BIN dan BAIS, Balai Besar POM di Bandung melakukan operasi penertiban produksi OOT ilegal dari dua lokasi di Jawa Barat, yaitu di wilayah Marunda dan Cikarang. Dari dua lokasi tersebut, ditemukan produk sediaan farmasi ilegal yang mengandung OOT trihexyphenidyl, tramadol, dan dekstrometorfan.

Barang bukti yang berhasil disita adalah berupa produk sediaan famasi (509 drum, 289 dus, 35 kaleng, 67.519 strip, dan 2 koli) serta kemasan dan label (1.079.160 <span;>pieces<span;>, 49 dus, 38 koli, dan 24 rol) dengan estimasi nilai ekonomi temuan sebesar Rp81 miliar.

Di tempat berbeda pada 25 Maret 2024, Balai Besar POM di Bandung bersama petugas Polda Metro Jaya mengungkap aktivitas produksi OBA ilegal dari sebuah bangunan di komplek pergudangan di wilayah Cikarang-Kabupaten Bekasi. Dari lokasi tersebut, petugas mengamankan 22 item barang bukti berupa 27 dus produk jadi, enam bal plastik, satu bal plastik kapsul, 106 rol kemasan, dan 44 plastik. Estimasi nilai ekonomi temuan OBA ilegal ini sekitar Rp1,066 miliar.

Produk OBA ilegal yang disita merupakan produk tanpa izin edar dan yang mengandung bahan kimia obat dengan merek Laba-Laba dan Cobra-X. Dari hasil pengujian yang dilakukan di Laboratorium Pengujian Balai Besar POM di Bandung, ditemukan bahwa produk Laba-laba mengandung bahan kimia obat berupa natrium diklofenak, sementara produk Cobra-X mengandung klorfeniramin maleat (CTM).

“Temuan-temuan ini merupakan hasil pengembangan yang dilakukan oleh BPOM berkolaborasi dengan Kepolisian, BIN, dan BAIS atas informasi yang kami terima bahwa ada aktivitas produksi dan peredaran produk OOT yang sering disalahgunakan dan OBA ilegal di Semarang dan Bandung.

Hasilnya adalah temuan berbagai macam barang bukti di Semarang dengan total nilai ekonomi mencapai Rp317 miliar. Kemudian untuk temuan di Bandung, nilai ekonomi temuan barang bukti OOT yang disalahgunakan mencapai Rp81 miliar, sementara temuan barang bukti OBA ilegal ditaksir lebih dari satu miliar,” urai Taruna Ikrar dalam penjelasannya kepada pers.

Upaya penanganan OOT ilegal saat ini menjadi salah satu fokus BPOM. Hal ini mengingat bahaya dari penggunaan OOT ilegal yang dapat menimbulkan ketergantungan atau kecanduan bagi pemakai dan dapat menjadi pemicu tindak kejahatan lain di luar kejahatan obat dan makanan.

Dalam jangka panjang, penyalahgunaan OOT juga dapat mengakibatkan kerusakan hati, jantung koroner, dan gagal ginjal yang berujung membahayakan nyawa penggunanya. Demikian pula dengan konsumsi OBA TIE dan/atau mengandung BKO yang tidak sesuai peraturan persyaratan teknis obat bahan alam sangat berisiko bagi kesehatan hingga dapat mengakibatkan gagal ginjal, kerusakan hati, dan gangguan kesehatan lainnya. Hasil temuan operasi penertiban di Semarang, barang bukti saat ini berada di Rupbasan Kelas I Semarang yang juga menjadi lokasi dilakukannya pemusnahan secara simbolis oleh Kepala BPOM.

Pemusnahan barang bukti selanjutnya dilakukan oleh Balai Besar POM di Semarang bekerja sama dengan PT Global Enviro Nusa Semarang, yang merupakan perusahaan pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Terhadap barang bukti temuan operasi penertiban OOT ilegal di Bekasi juga akan dilakukan pemusnahan yang bekerja sama dengan perusahaan pengelola limbah B3 PT Jasa Medivest.

Temuan hasil penertiban OOT ilegal saat ini masih dalam proses penyidikan oleh PPNS BPOM. Pelaku pelanggaran akan dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 435 dan Pasal 436 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan bahwa setiap orang yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan khasiat/kemanfaatan dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (2) dan ayat (3) dikenakan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar.

Dalam hal terdapat praktik kefarmasian yang terkait dengan sediaan farmasi berupa obat keras, maka akan dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

Sementara untuk tindak lanjut hasil pengungkapan produksi dan peredaran OBA ilegal dan/atau mengandung BKO di Jawa Barat, saat ini masih dalam proses penyidikan dan penetapan tersangka.

Proses projustitia dilakukan berdasarkan Pasal 435 dan Pasal 138 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pelaku pelanggaran dapat dikenakan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar.

BPOM terus berupaya memperkuat pengawasan terhadap keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk obat maupun OBA dari tahap produksi sampai beredar untuk melindungi masyarakat dari penggunaan obat dan OBA yang tidak sesuai dengan ketentuan atau penyalahgunaannya. Untuk itu, selain memperkuat pengawasan, BPOM berkomitmen untuk meningkatkan penindakan bersama dengan pemangku kepentingan lain seperti kepolisian, kejaksaan, badan intelijen, dan kementerian teknis lain sesuai dengan kewenangannya. Koordinasi dan kerja sama yang kuat ini dilakukan agar produksi dan peredaran OOT ilegal termasuk OBA TIE dan/atau mengandung BKO dapat ditanggulangi. Koordinasi juga dilakukan untuk memperkuat penindakan dan penegakan hukum terhadap kejahatan di bidang obat dan makanan agar menimbulkan efek jera bagi pelakunya.

“BPOM berterima kasih kepada mitra pengawasan dari kementerian, lembaga, badan intelijen, pemerintah daerah, dan penegak hukum atas kerja sama yang sangat baik dalam pencegahan dan penindakan kejahatan di bidang obat dan makanan,” ujar Taruna.

Kepala BPOM Taruna Ikrar
Kepala BPOM Taruna Ikrar pimpin pemusnahan obat ilegal. (Foto: Taruna Ikrar)

BPOM juga kembali mengajak semua pihak untuk dapat ikut aktif berperan serta memutus mata rantai supply dan demand OOT maupun obat bahan alam ilegal dan/atau mengandung bahan yang dilarang. Pelaku usaha dari tingkat produsen, distributor/agen, dan retailer diharapkan berperan aktif dan menunjukkan komitmen yang konsisten dalam jaminan keamanan, manfaat/khasiat, dan mutu produk obat tradisional yang diproduksi dan diedarkan. Masyarakat pun diharapkan ikut berperan aktif menjadi konsumen yang cerdas dan berdaya untuk melindungi diri sendiri dan keluarga serta dapat bekerja sama dan bersinergi dengan BPOM dalam menjamin produk obat dan makanan yang aman, bermanfaat, dan bermutu yang beredar di masyarakat.

Apabila masyarakat memerlukan informasi lebih lanjut atau menyampaikan pengaduan obat dan makanan, dapat menghubungi lapor.go.id, Contact CenternHALOBPOM 1-500-533 (pulsa lokal), SMS 0812-1-9999-533, WhatsApp 0811-9181-533, e mail halobpom@pom.go.id, Instagram @BPOM_RI, Facebook Page @bpom.official, Twitter @BPOM_RI, atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai/Loka POM di seluruh Indonesia. (sbw)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *